Senin, 17 Oktober 2011

Good Corporate Governance.

Ngunandiko.16

Good Corporate Governance

I. Pendahuluan.

Pada dasarnya "corporate governance" atau "tata kelola perusahaan" adalah sistem yang mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) pelaksanaan kegiatan atau operasi bisnis suatu perusahaan. Siswanto Sutoyo dalam bukunya "Good Corporate Governance", mengutip corporate governace menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), menyatakan bahwa:
  • Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled.
  • The corporate governance structure specifies the distribution of rights and responsibilities among different participants in the corporation, seperti the board, the managers, shareholders and other stakeholders, and spells out the rules and procedure for making decisions on corporate affairs.
  • By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance.
Jika pimpinan pelaksana perusahaan atau Chief Executive Officer (CEO) menjalankan good corporate governance, maka operasi perusahaan dapat terarah dan terkendali sehingga pada gilirannya tujuan perusahaan tercapai tanpa ada gejolak yang membawa ke-reruntuhan-nya.
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada saat membuka pertemuan tahunan ke-14 Forum Parlemen Asia Pasifik (Asia Pacific Parliamentary Forum, APPF) 16 Januari 2006 di Jakarta mengajak para pimpinan parlemen negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk ikut serta mewujudkan tata kelola yang baik (good governance) dalam mengelola negara meski menyadari masing-masing negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda. Ajakan mewujudkan good governance tersebut bercermin pada kehidupan perusahaan-perusahaan.
Sebagaimana diketahui "perusahaan" maupun "negara" sebagai suatu organisasi dipandang dari sudut ilmu manajemen memiliki kesamaan tujuan, sedikitnya ada dua kesamaan yang penting yaitu:
  • Perusahaan bertujuan agar dalam jangka yang panjang  operasinya berkesinambungan , sedangkan negara ingin kokoh eksistensinya,
  • Perusahaan bertujuan memberi keuntungan bagi pemiliknya, sedangkan negara bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya,
Seperti telah dijelaskan jika pimpinan perusahaan menjalankan good corporate governance, maka tujuan perusahaan akan dapat tercapai dan perusahaan tidak akan runtuh, demikian juga halnya pada negara.
Berikut ini adalah gambaran tentang runtuhnya atau hampir runtuhnya perusahaan dan negara, karena dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuannya telah mengabaikan "good governance" atau mengabaikan sistem yang dapat mengarahkan dan mengendalikan kegiatannya dengan baik. Meskipun perusahaan atau negara tersebut dipandang kuat.
Suatu organisasi dalam mencapai tujuannya dalam garis besarnya ada tiga kekuasaan yang harus bekerja secara berimbang yaitu:
  • Perencanaan untuk mengarahkan pelaksanaan kegiatan,
  • Pengawasan untuk mengendalikan pelaksanaan kegiatan, dan
  • Pelaksanaan kegiatan itu sendiri,
Ketiga kekuasaan tersebut diatas tidak dapat berada disatu tangan, tetapi harus dapat bekerja secara seimbang sehingga konflik antar kekuasaan tersebut menghasilkan hal yang positip. Ahli manajemen Laura T. Starks & Stuart L. Gillan mengatakan: The need for corporate governance arises from potential conflicts of interest among participants (stakeholders) in corporate structure.

II. Sistem yang mengarahkan dan mengendalikan.

Telah dijelaskan dimuka bahwa "corporate governance" atau "tata kelola perusahaan" adalah sistem yang mengarahkan (directing), mengendalikan (control) pelaksanaan kegiatan bisnis perusahaan. Sistem tersebut pada perusahaan atau pada negara modern tampak dari adanya pembagian kekuasaan pada lembaga-lembaga tinggi di perusahaan atau negara, dimana lembaga yang satu dengan lembaga yang lain memiliki kekuatan yang seimbang. Dalam garis besarnya lembaga tinggi tersebut di dalam suatu perusahaan terdiri dari
  • Lembaga pelaksana bisnis: Direksi atau Chief Executive Officers (CEO), dan
  • Lembanga pengawas pelaksanaan bisnis: Dewan Komisaris atau Board of Directors.
sedangkan di dalam suatu negara  terdiri dari:
  • Lembaga pelaksana pemerintahan: Presiden atau Perdana Menteri, dan
  • Lembaga pengawasan pelaksanaan pemerintahan: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Parlemen.
Kedua lembaga tinggi tersebut memiliki wilayah tugas masing-masing dengan kekuatan yang seimbang, sedangkan jika terjadi konflik antara kedua lembaga tinggi tersebut (sepanjang mengenai kebijakan, sebagaimana halnya pengarahan pada awal kegiatannya), maka hal itu ditangani oleh lembaga tertinggi yaitu Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS) pada perusahaan, dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (SU-MPR) atau semacamnya pada negara.
"Corporate governance" atau sistem yang mengarahkan (directing), mengendalikan (control), dan melaksanakan (executing) kegiatan tersebut akan berpengaruh terhadap sasaran organisasi maupun cara mencapai sasaran. Hal itu karena dalam menjalankan "corporate governance" selalu dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan yang berbeda bahkan saling bertentangan antara fihak-fihak yang terkait. Kepentingan-kepentingan yang berbeda atau bertentangan tersebut dalam perusahaan maupun negara antara lain sbb:
  • Pada perusahaan: kepentingan pemegang saham berbeda dengan kepentingan pekerja, demikian juga kepentingan Board of Directors berbeda dengan kepentingan CEO.
  • Pada negara:  kepentingan birokrasi berbeda dengan rakyat, demikian juga kepentingan Parlemen (legeslatip) berbeda dengan Presiden (eksekutip).
Dengan "good corporate governance" konflik kepentingan-kepentingan tersebut dapat dipertemukan atau dapat didamaikan tanpa mengabaikan tujuan organisasi.
Dalam mengelola dengan baik organisasi perusahaan atau organisasi negara, setidaknya harus mengindahkan prinsip adanya hal-hal sebagai berikut:
  1. Landasan : pada Perusahaan landasan tsb berupa AD / ART yang pada awalnya disusun oleh pendiri perusahaan yang juga pemegang saham; pada Negara landasan tsb berupa UUD / UU yg pada awalnya disusun oleh pendiri Negara tsb mewakili seluruh rakyat). Landasan tersebut pada perusahaan disetujui oleh pemegang saham, dan pada negara disetujui oleh rakyat (warga negara) negara tersebut.
  2. Perlakuan yang adil : perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham pada perusahaan harus dilakukan; demikian juga terhadap seluruh rakyat (warga negara) pada negara.
  3. Tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab : Tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab yang jelas dan proposional dari lembaga-lembaga tinggi yang merupakan pimpinan penyelenggara organisasi
  4. Pengungkapan secara transparan : Pengungkapan secara transparan (disclosure and transparency) tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan cara penyelenggara organisasi melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab-nya dalam mencapai tujuan organisasi, seperti: cara pengelolaan sumber daya (manusia, kekayaan alam, keuangan dll ), cara menjalin hubungan dengan fihak luar, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi.
Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa prinsip-prinsip good corporate governance menurut OECD ada 6 butir, dan menurut Australian Stock Exchange (ASX) ada 10 butir. Sementara itu Komite Nasional Indonesia tentang Good Corporate Governance pada tahun 2001 juga telah menetapkan prinsip atau code untuk mengelola organisasi perusahaan dengan baik yg lingkupnya lebih kurang sbb:
  • Hak pemegang saham,
  • Fungsi Dewan Komisaris,
  • Fungsi Direksi,
  • Sistem audit dan lain-lain.
Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance ini tidak sama antara satu negara dengan negara yang lain, karena masing-masing memiliki sistem politik yang berbeda Hal itu mengakibatkan penerapan good governance tentu tidak sepenuhnya sama dari satu negara dengan negara lainnya.
Seperti diketahui konsep good corporate governance ini mulai diintrodusir secara intensip pada awal abad ke-21, sehingga segala sesuatunya masih mencari bentuk yang baku. Namun agar setiap organisasi dapat mencapai tujuan yang diharapkannya pasti membutuhkan: arah (direction) dan kendali (control) terhadap pelaksanaan (eksekusi) kegiatannya agar tidak runtuh sebelum tujuannya tercapai. Berikut ini akan diuraikan contoh runtuhnya perusahaan dan runtuhnya pemerintahan karena mengabaikan good corporate governance .

III. Runtuhnya Suatu Perusahaan.

Pada awal abad ke-21 dunia dikejutkan oleh berita-berita tentang runtuhnya sejumlah perusahaan raksasa di dunia seperti Enron Corporation dan Consesco di Amerika Serikat, Maxwell Communication Corporation di Inggris, Parmalat di Italia, Swissair di Swiss, Peregrine Investment Ltd di Hongkong dan lain- lain.
Menurut para pakar manajemen runtuhnya perusahaan-perusahaan tersebut terutama karena lemahnya penerapan prinsip-prinsip good corporate governance. Untuk memperoleh gambaran tentang hal tersebut, maka berikut ini akan diuraikan tentang:
1. Runtuhnya Enron Corporation.

a. Latar Belakang.
Enron Corporation didirikan pada tahun 1985 merupakan merjer antara Houston TX dan Inter North (Omaha, NE) yaitu suatu perusahaan yang bergerak dibidang distribusi gas alam (natural gas pipe line system). Jaringan pipa yang dikuasainya selama lk 34.000 miles. Hasil penjualannya setiap tahun rata-rata lebih dari Rp 25,000,000,000 dan pada tahun 2000 mencapai sebesar USD 100,000,000,000. Total karyawan-nya 20.000 orang. Sejak tahun 1998 Enron memiliki 8 anak perusahaan antara lain Enron Gas Services (EGS) dan Enron Capital & Trade (ECT).
Pada akhir tahun 2000 Enron Corporation tercatat sebagai perusahaan terbesar ke-7 di Amerika Serikat. Oleh karena itu keruntuhannya pada tahun 2001 dipandang sebagai puncak musibah di kalangan dunia usaha di Amerika Serikat.

b. Kinerja.
Kinerja Enron Corporation antara lain dapat dilihat dari kinerja keuangannya pada periode tahun 1998 - 2000 sebagaimana digambarkan oleh Stuart L.Gillan dan John D. Martin (University of Delaware, USA) sebagai berikut:
  • Penjualan pada tahun 1998, 1999 dan 2000 berturut-turut sebesar USD 31,260 juta; USD 40,112 juta; dan USD 100,789 juta ..
  • Laba bersih pada tahun 1998, 1999 dan 2000 berturut-turut sebesar USD 703 juta; USD 1.024 juta; dan USD 979 juta.
  • Laba bersih pada tahun 1998, 1999 dan 2000 berturut-turut sebesar 2,2 persen, 2,6 persen; dan 1,0 persen
  • Long term debt to assets pada tahun 1998, 1999 dan 2000 berturut-turut sebesar 63.3 persen; 60,5 persen; dan 56,6 persen
Selain kinerja keuangan tersebut dapat pula dikemukakan;
  • Enron juga memperdagangkan energi (natural gas, minyak bumi dan listrik) melalui internet, serta memperdagangkan kontrak jual beli enerji berjangka seperti dalam bentuk surat-surat berharga atau derivatives.
  • Untuk mendanai perkembangan usahanya, manajemen Enron membentuk unit-unit usaha baru yang disebut Special Purpose entities (SPEs). Dalam operasi-nya SPEs juga menggunakan dana-dana pinjaman, yang kemudian ternyata menjadi beban perusahaan.
c. Runtuhnya & alasan keruntuhannya.
Pada awal tahun 2001 Enron Corporation tampak mulai runtuh, hal itu terlihat jelas dari tanda-tanda sebagai berikut:
  • Usaha perdagangan derivatives energi yang dilakukannya pada tahun 2001 rugi Rp 1,2 miliar. Hal itu mengakibatkan masalah keuangan yang berat, sementara itu kerugian tersebut tidak segera dilaporkan secara transparan.
  • Laporan keuangan Enron Corporation lambat dan tidak transparan, sehingga adanya kerugian dalam jumlah yang besar terlambat diketahui pemegang saham
  • Pada saat yang hampir bersamaan obligasi Enron Corporation dinilai rendah oleh perusahaan pemeringkat internasional (credit rating agency) Moody s. Pemberian nilai rendah tersebut kemudian diikuti oleh perusahaan pemeringkat lain Standart & Poor. Kemungkinan besar Moody s maupun Standart & Poor telah mendapat informasi tentang adanya masalah-masalah keuangan yang dhadapi Enron Corporation dari sumber-sumbernya.
  • Pada bulan November 2001 telah terjadi lebih dari 20 gugatan yang disampaikan kepada yang berwajib akibat keterlambatan, ketidak akuratan, dan kebohongan laporan keuangan yang dilakukan oleh Enron Corporation.
  • Ada bukti-bukti telah terjadi insider trading dalam perdagangan saham-saham Enron Corporation.
Pada 2 Desember 2001 Enron Corporation menyatakan dirinya pailit (bangkrut) karena masalah keuangan yang dihadapinya tidak dapat diatasi. Akibat runtuh-nya perusahaan raksasa ini para pemegang saham; perorangan maupun sejumlah lembaga menjadi korban.
Committee on Governmental Affairs, Senat Amerika Serikat, pada tahun 2002 membentuk Subcommittee yang bertugas meneliti sebab-sebab runtuhnya Enron Corporation tersebut. Penelitian dilakukan terhadap Board of Directors, dokumen-dokumen transaksi Enron Corporation dan sejumlah fihak yang terkait hasilnya menunjukkan adanya tindakan-tindakan Board of Directors yang tidak benar sbb:
  • Membiarkan terjadinya transaksi-transaksi bisnis tanpa dibukukan secara resmi dalam pembukuan perusahaan, serta membiarkan praktek pembukuan yang tidak sesuai prosedure yang terjadi di Amerika Serikat (Generally Accepted Accounting Procedures / GAAP). Hal ini berarti membiarkan kegiatan-kegiatan off-balance sheet, sedangkan nilai kegiatan itu sampai milyar-an dollar Amerika Serikat.
  • Membiarkan beroperasinya SPEs yang bertentangan dengan kepentingan Enron Corporation, sedangkan banyak dari kegiatan SPEs yang merugikan perusahaan.
  • Membiarkan dan menyetujui terjadinya pemberian balas jasa kepada para eksekutip perusahaan yang berlebihan, pada saat likuiditas perusahaan sedang kurang sehat.
  • Membiarkan CEO menjalankan tugasnya tanpa pengawasan (control) yang memadai.
  • Penunjukan Arthur Andersen sebagai komite audit sekaligus menjadi konsultan manajemen adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip independency dalam pengawasan. Hal ini menunjukkan bahwa Board of Directors tidak independen.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa good corporate governance pada Enron Corporation tidak berjalan sebagaimana mestinya seperti:
  • Board of Directors tidak berfungsi sebagaimana mestinya, selaku operator (direktur & pengawas) perusahaan tidak berfungsi dengan baik.
  • CEO dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab-nya tidak transparan, tidak sesuai dengan prinsip "disclosure and transparency",
  • CEO dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dibantu oleh konsultan manajemen Arthur Andersen yang sekaligus juga menjadi anggota komite audit, sehingga terjadi campur-aduk antara pelaksanaan dan pengawasan.
Hal-hal tersebut diatas jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip "good corporate governance", dan menjadi alasan utama Enron Corporation runtuh (pailit). Pemegang saham, kreditur dan karyawan Enron Corporation menjadi korban akibat bencana itu.

2. Runtuhnya Peregrine Investment Ltd.

a. Latar Belakang .
Peregrine Investment Holding Ltd didirikan di Hongkong oleh Philip Tose dan Francis Leung. Bidang usaha Peregrine Investment Ltd adalah jasa investasi (investment banking services). Kegiatannya adalah pemberian kredit pada badan-badan usaha (corporate financing), underwriting, property investment & development, assets management dan perdagangan surat-surat berharga seperti obligasi dan promissory notes. Nasabah yang dilayani adalah dari berbagai negara (internasional).
Peregrine Investment Ltd.mempunyai kantor pusat di Hongkong, dengan kantor cabang dan jaringan usaha di Amerika Serikat, Australia, Bangladesh, Cina, India, Indonesia, Inggris, Jerman, Korea, Pilipina, Singapura, Swiss, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Jumlah karyawannya seluruh dunia adalah 1.700 orang.

b. Kinerja.
Kinerja Peregrime Investment Ltd antara lain dapat dilihat dari kinerja keuangannya pada tahun 1994 - 1996 sebagaimana Laporan Tahunan Peregrime Investment Ltd sebagai berikut:
  • Penjualan tahun 1994, 1995 dan 1996 berturut-turut sebesar USD 3,705 juta; USD 10,819 juta; dan USD 22,502 juta.
  • Laba perusahaan sebelum pajak tahun 1994, 1995 dan 1996 berturut-turut sebesar USD 99 juta; USD 141 juta; dan USD 131 juta ..
  • Jumlah harta perusahaan tahun 1994, 1995 dan 1996 berturut-turut sebesar USD 1,774 juta; USD 1,872 juta; dan USD 3,101 juta.
  • Total utang perusahaan tahun 1994, 1995 dan 1996 berturut-turut sebesar USD 1,171 juta; USD 1.117 juta; dan USD 2,243 juta ..
  • Jumlah modal sendiri tahun 1994, 1995 dan 1996 berturut-turut sebesar USD 603 juta; USD 755 juta; dan USD 858 juta ..
  • Earning per share tahun 1994, 1995 dan 1996 berturut-turut sebesar USD 0.015; USD 0.21; dan USD 0.17.
Terkait dengan kinerja keuangan tersebut dapat pula dikemukakan:
  • Penghasilan terbesar yang diperoleh oleh Peregrine Investment Ltd adalah dari operasinya di kawasan Asia diluar Jepang.
  • Jumlah promissory notes yang diperdagangkan oleh Peregrine Investment Ltd yang berasal dari perusahaan-perusahaan di Indonesia sampai pada akhir 1996 mencapai lebih dari USD 265,000,000 atau lk sepertiga modal Peregrime Investment Ltd sendiri.
c. Runtuhnya & alasan keruntuhannya.
Seperti telah dijelaskan dimuka penghasilan terbesar yang diperoleh oleh Peregrine Investment Ltd adalah dari operasinya di kawasan Asia termasuk Indonesia. Peregrine Investment Ltd telah memperdagangkan promissory notes yang diterbitkan oleh perusahaan swasta Indonesia, yang sampai akhir tahun 1996 jumlahnya mencapai USD 265,000,000.
Pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis, dimana nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terus menurun, dan pada awal tahun 1998 mencapai titik terendah. (Akhir tahun 1997 1 USD = ca Rp 3.000, dan awal 1998 1 USD = ca Rp 15.000) Dengan demikian kuajiban finansial perusahaan Indonesia dalam bentuk rupiah meningkat dengan tajam dan tidak dapat dipenuhinya. Sementara itu promissory notes yang ada ditangan Peregrine Investment Ltd tidak dapat dijual, karena pengaruh krisis di Indonesia tersebut.
Likuiditas Peregrine Investment Ltd menjadi menurun dengan tajam, kuajibannya kepada fihak ketiga tidak dapat dipenuhi, dan akhirnya Peregrine Investment Ltd dinyatakan pailit.
Para akademisi dan sejumlah pelaku bisnis di Hongkong memberi catatan tentang runtuhnya Peregrine Investment Ltd tersebut sbb:
  • Mutu sistem pengendalian intern Peregrine Investment Ltd diragukan, hal ini berarti sistem pengendalian Intern Peregrine Investment Ltd tidak berfungsi dengan baik.
  • Board of Directors kurang mengawasi manajemen perusahaan (CEO) sehingga terlalu bebas mengambil keputusan penting yang menyangkut kehidupan perusahaan seperti: (1) Underwriting promessory note perusahaan Indonesia hingga mencapai sepertiga dari modal sendiri (USD 265 juta) tanpa persetujuan Board of Directors, hal ini sulit dimengerti. (2) Board of Directors kurang memberi perhatian terhadap perdagangan sekuritas dengan bunga tetap, sehingga terlambat mengetahui kasus ini.
  • Peregrine Investment Ltd tidak memenuhi ketentuan bahwa transaksi bisnis di bursa efek dalam jumlah besar wajib diberitahukan kepada publik. Sebagaimana diketahui peraturan badan pengawas pasar modal Hongkong (the Stock Exchange of Hongkong) transaksi bisnis di bursa efek yang dilakukan oleh sebuah bank investasi dalam jumlah besar wajib diberitahukan kepada publik.
Catatan para akademisi dan sejumlah pelaku bisnis di Hongkong tersebut menunjukkan bahwa good corporate governance pada Peregrine Investment Ltd tidak berjalan sebagaimana mestinya seperti:
  • Board of Director selaku operator (direktur & pengawas) perusahaan tidak berfungsi dengan baik,
  • Kegiatan perusahaan (mis; transaksi bisnis di bursa efek dalam jumlah besar) tidak dilakukan secara transparan, tidak sesuai dengan prinsip "disclosure and transparency"
Hal-hal tersebut telah menjadi sebab utama mengapa Peregrine Investment Ltd runtuh (pailit). Pemegang saham, kreditur dan karyawan menjadi korban dari bencana itu.

IV. Runtuhnya Suatu Pemerintahan.

Pada awal abad ke-20 telah terjadi sejumlah perubahan yang mendasar dengan lahirnya negara sosialis pertama di dunia. Dan pada pertengahan abad ke-20 itu pula perubahan dunia itu terus berlanjut dengan lahirnya sejumlah negara merdeka bekas jajahan negara-negara kolonialis barat. Sayangnya tidak sampai satu abad arah sejumlah pemerintahan negara-negara baru tersebut runtuh. Patut diduga bahwa penyebab utama runtuhnya pemerintahan-pemerintahan tersebut karena tidak menerapkan prinsip-prinsip "good governance".
Untuk memperoleh gambaran tentang hal itu dari kacamata penerapan prinsip-prinsip good governance, maka disini akan diuraikan tentang bagaimana runtuhnya:
  • "Pemerintahan Partai Komunis" di Rusia pada tahun 1987 (Keruntuhan "pemerintahan partai komunis" di Rusia dapat dikatakan telah dimulai saat Gorbachev mengajukan "perestoika" ke Central Komite Partai Komunis Rusia pada Januari 1987).
  • "Pemerintahan Orde Baru" di Indonesia pada tahun 1998 (Keruntuhan "pemerintah Orde Baru" di Indonesia dapat dikatakan dimulai saat pengunduran diri Presiden Suharto pada bulan Mei 1998 sebelum masa jabatannya berakhir.).
1. Runtuhnya pemerintahan Partai Komunis di Rusia 1987.

a. Latar Belakang.
 
Gorbachev
Rusia atau Union Of Soviet Socialist Republics (USSR) adalah federasi republik-republik Soviet yang didirikan pada tahun 1922 menyusul kemenangan partai Komunis (Bolshevik) pada Revolusi 1917 di Rusia. Rusia adalah negara sosialis pertama di dunia, suatu negara federasi yang sangat luas membentang dari samudra Pasifik di timur sampai perbatasan Polandia di barat, laut Artic di utara sampai perbatasan Afganistan, Iran dan Cina di selatan.
Penyelenggaraan pemerintahan sejak berada dibawah kepemimpinan Lenin pada awal berdirinya Uni Soviet telah didominasi oleh Partai Komunis, kemudian dominasi tersebut dikukuhkan oleh Stalin dalam konstitusi tahun 1936 (article 126 dimana setiap jabatan dipemerintahan civil, militer, badan-badan usaha dan lain-lain yang cukup penting harus dipegang oleh kader-kader partai Komunis).
Perdana Menteri sebagai kepala pelaksana pemerintahan (chief excecutive) adalah Sekretaris Jenderal Partai dan bertugas melaksanakan keputusan partai yang telah ditetapkan oleh konggres Partai Komunis sebagai satu-satunya partai yang bisa eksis di Rusia.
Dalam Perang Dunia II Rusia bersekutu dengan negara-negara barat (Amerika Serikat, Inggris dll) dan ikut keluar sebagai pemenang. Setelah Perang Dunia II Rusia mengalami kemajuan yang pesat, bersama dengan Amerika Serikat tampil sebagai negara adidaya.
Persaingan dan ketegangan antara Rusia dkk dengan Amerika Serikat dkk (Inggris, Perancis dll) dalam percaturan dunia menyebabkan terjadinya suasana perang yang kemudian dikenal sebagai perang dingin.
Dibidang ilmu dan teknologi Rusia juga mengalami kemajuan yang mengesankan antara lain tampak dari kemampuannya meluncurkan satelit buatan Sputnik I pada 4 Oktober 1957, dan Sputnik II (bermuatan anjing) pada 3 Nopember 1957 mendahului Amerika Serikat yang baru dapat meluncurkan Explorer I pada 31 Januari 1958.

b. Kinerja.
Kinerja pemerintahan partai Komunis di Rusia beberapa tahun sebelum runtuh secara singkat dapat digambarkan sbb:

Pertama k inerja ekonomi:  data kinerja ekonomi Rusia - statistik pertumbuhan, inflasi dll - yang dipublikasikan untuk umum praktis tidak tersedia. Pertumbuhan ekonomi-nya sejak awal tahun 1980-an menurut media masa Barat dan juga menurut media Rusia sendiri terus melamban, namun oleh pemerintahan partai Komunis waktu itu tetap dipaksakan untuk membiayai:
  • pemberian berbagai bantuan seperti; senjata, mesin-mesin industri, pupuk, bahan bangunan dll ke negara-negara sekutunya,
  • pakta Warsawa (pakta Warsawa adalah pakta pertahanan negara-negara komunis Eropa Timur seperti Uni Soviet, Polandia, Hongaria dll untuk mengimbangi pakta pertahanan Atlantik Utara, NATO yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Perancis dll),
  • operasi tentara pendudukan di Afganistan,
  • konflik dengan Republik Rakyat Cina (RRC),
  • perang dingin dan perlombaan senjata dengan blok Amerika Serikat dll.
Beban berat tersebut didanai dengan mengorbankan kesejahteraan rakyat Rusia tanpa persetujuannya, sehingga rasa tidak puas dikalangan rakyat meningkat disertai dengan produktivitas yang menurun.

Kedua berebut pengaruh: Dalam rangka berebut pengaruh di dunia internasional dengan Amerika Serikat, Rusia terus terlibat dalam perang dingin dan perlombaan senjata dengan blok Amerika Serikat. Hal itu menguras sumberdaya-nya, sehingga kesejahteraan rakyat-nya menjadi ter-abai-kan. Perang dingin dan perlombaan senjata tersebut ingin dihentikannya, maka diluncurkan politik peaceful coexistence (hidup berdampingan secara damai). Pada awal tahun 1970-an Rusia (Khrushchev) telah meluncurkan politik peaceful coexistence (hidup berdampingan secara damai) yang didasarkan hipotesa: Jika perang udara diteruskan dan berubah menjadi perang yang sesungguhnya (Perang Dunia III?), Maka dengan adanya senjata pemusnah massal seperti nuklir , kimia, kuman dan lain-lain perang antara blok Rusia dan Blok Amerika tersebut akan menghancurkan bumi dan peradaban manusia. Tidak ada satupun negara baik Amerika Serikat atau Rusia yang dapat keluar sebagai pemenang.

Ketiga kekuasaan otoriter:  Rusia di-kelola oleh partai Komunis dan sejak Sekretaris Jenderal Partai Komunis ditangan Stalin, ia memegang kekuasaan pemerintahan secara diktatorial yang sangat otoriter. Partai Kumunis Rusia telah berubah menjadi wadah "kelas baru" dibawah komando Sekjen Partai. Hal ini menyebabkan komunikasi politik internal partai macet, komunikasi politik dengan rakyat Rusia tersumbat, dukungan kelas pekerja mengendor dan pertumbuhan ekonomi menjadi lambat. Untuk memperbaikinya Grobachev meluncurkan gerakan "perestorika", yangi diajukannya ke sentral komite partai Komunis pada Januari 1987.

c. Runtuhnya & alasan keruntuhannya .
Berkat kemenangannya dalam Revolusi tahun 1917, maka partai Komunis Rusia memegang penuh pengelolaan negara dan pemerintahan Rusia. Pengelolaan tersebut selama masa kepemimpinan Lenin dilakukan secara kolektip, baik ditingkat partai maupun ditingkat nasional. Namun sejak kepemimpinan Stalin hal itu secara berangsur berubah menjadi kepemimpinan diktator tunggal yang otoriter, terutama setelah Perang Dunia II dan semakin tajamnya pertentangan dengan Amerika Serikat (blok Barat) dalam memperebutkan pengaruh global.
Sekretaris Jenderal Partai yang merangkap sebagai Perdana Menteri menyebabkan (1) pelaksananan, (2) perencanaan, dan (3) pengawasan penyelenggaraan negara berada ditangan satu orang tanpa ada yang dapat melakukan koreksi secara efektip. Seperti diketahui Sekjen Partai melalui Central Komite Partai dan Konggres Partai adalah penentu keputusan-keputusan konggres Partai yang akan menjadi haluan Negara (termasuk Plan Lima Tahun) disamping sebagai penentu anggota Soviet Tertinggi (Supreme Soviet) yang akan menjadi pengawas penyelenggaraan Negara. Sementara itu Sekjen Partai adalah Perdana Menteri adalah pelaksana penyelenggaraan Negara (CEO).
Konstitusi tahun 1936 (Article 126) yang menyatakan bahwa hanya partai Komunis yang berhak eksis di Rusia, maka tidak ada kekuatan-kekuatan sosial politik lain yang memiliki ruang untuk hidup dan berperan. Dengan demikian Sekjen Partai Komunis yang juga sebagai Perdana Menteri dapat dengan leluasa menempatkan kader-kader partai Komunis dijabatan-departemen pemerintahan yang penting; baik di departemen civil, militer, badan-badan usaha maupun di departemen-departemen lain.
Media massa; radio, TV, surat kabar dll dimiliki oleh negara dan isinya dibawah kendali partai Komunis, hal ini berarti juga dibawah kendali Sekretaris Jenderal Partai.
Kondisi seperti itu mengakibatkan perencanaan dan pengawasan, maupun pelaksanaan jalannya pemerintahan semuanya praktis di tangan Sekjen Partai, sehingga:
  • Pengawasan tidak dapat berjalan efektip al ditandai dengan meningkatnya penyalahgunaan wewenang dan korupsi, serta umpan balik dari masyarakat yang tersumbat.
  • Rasa tidak puas dikalangan rakyat yang meningkat dan tidak terdeteksi dengan baik, hal itu menyebabkan produktivitas terus menurun.
  • Pimpinan partai dan pemerintahan menjadi terasing dari masyarakat luas
Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa "good governance" tidak berjalan. Gorbachev sebagai Sekjen Partai mengetahui kesalahan tersebut dan ingin memperbaikinya dengan meluncurkan "perestroika". Perestroika oleh Gorbachev dinyatakan sebagai "Pemikiran Baru Untuk Negara Kami (Rusia) dan Dunia", yang pada dasarnya berupa reformasi dan keterbukaan (Glasnost) dalam politik dan pemerintahan. Namun hal itu terlambat karena pemerintahan partai Komunis Rusia telah runtuh lebih dahulu.

2. Runtuhnya pemerintahan Orde Baru di Indonesia 1998.

a. Latar Belakang.

Pak Harto
Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, meliputi wilayah bekas Hindia Belanda yang terbentang dari Sabang sampai Marauke. Setelah melalui berbagai pasang surut selama hampir 25 tahun sejak diproklamasikannya, maka pemerintahan Republik Indonesia tersebut jatuh di tangan Jenderal Suharto. Hal itu dimulai pada saat beliau diangkat menjadi Pejabat Presiden RI dalam sidang istimewa MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada tahun 1967. Setelah itu pada tahun 1968 Jenderal Soeharto dilantik menjadi Presiden RI dalam SU MPRS.
Seperti diketahui MPRS atau Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara tersebut dibentuk setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959 tentang berlakunya kembali UUD RI tahun 1945, seluruh anggotanya ditunjuk oleh Presiden baik saat Sukarno maupun Soeharto. Sedangkan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) menurut UUD RI '45 sebelum diamandemen adalah Lembaga Negara Tertinggi yang anggotanya terdiri dari anggota DPR yang dipilih melalui Pemilihan Umum, ditambah utusan golongan dan utusan daerah.
Jenderal Suharto kemudian berulang kali diangkat kembali oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) hasil Pemilu yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali, sampai pada masa jabatan 1998 - 2003. Namun sebelum masa jabatannya berakhir, pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri - karena tekanan yang kuat dari rakyat, khususnya para mahasiswa - dan digantikan oleh Wakil Presiden BJ. Habibie.
Pemerintahan dibawah Presiden Soeharto ini lazim disebut pemerintahan Orde Baru, pada dasawarsa pertama pemerintahan-nya perekonomian Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat mengesankan. Patut disayangkan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut dibarengi dengan membengkaknya utang luar negeri, beroperasinya modal asing di Indonesia hampir di segala sektor kegiatan ekonomi, serta merebaknya praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme),.
Sebagaimana diketahui Suharto menyelenggarakan pemilihan umum pertama (Pemilu I) pada tahun 1971, sehingga Lembaga-lembaga Tertinggi / Tinggi Negara (MPR, DPR, MA, BPK, dan DPA) sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dapat dibentuk, Lembaga-lembaga Tinggi Negara tersebut bersama -sama Presiden menjadi penyelenggara Negara berdasar garis-garis besar halauan Negara yang ditetapkan Lembaga Tertinggi Negara MPR.
Bermodalkan jasa-jasanya dalam menertibkan dan mengamankan situasi setelah pemberontakan G30S-PKI pada tahun 1965, serta mandat yang diperolehnya setelah Pemilu I tersebut, maka Suharto melakukan penataan sistem politik dengan menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia dari 10 menjadi 3 partai politik yaitu; Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Golongan Karya (Golkar). Melalui Golongan Karya (Golkar) dan ABRI; Suharto setapak demi setapak dapat mendominasi eksekutip (birokrasi pemerintahan) dan lembaga-lembaga lain seperti MPR, DPR dan lain-lain, sehingga praktis seluruh penyelenggara Negara ditangannya.

b. Kinerja.
Kinerja pemerintah Orde Baru di bidang ekonomi pada periode 1995 - 1997, dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, adalah sbb:
  • Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 1995, 1996 dan 1997 berturut-turut sebesar 8,2%; 7,8%: dan 6,1%.
  • Tingkat inflasi tahun 1995, 1996 dan 1997 berturut-turut sebesar 8.64%; 6.38%; dan 11,00%.
Dari angka-angka tersebut diatas dapat dikemukakan pula bahwa:
  • Pertumbuhan ekonomi mulai tahun 1995 tampak terus menurun, sementara itu inflasi meningkat dengan cukup tajam.
  • Pada awal 1998 utang luar negeri Indonesia mencapai USD 138 milyar, lk 50% dari hutang tsb adalah utang swasta dimana lk USD 20 milyar segera jatuh tempo. Cadangan devisa pada waktu itu lk USD 14.4 milyar
  • Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter di Asia (Thailand, Korea dll), hal itu menyebabkan perekonomian Indonesia yang berada dalam kondisi menurun itu juga ikut memburuk; inflasi meningkat, nilai tukar rupiah merosot, dunia usaha terpukul, dan pengangguran melonjak ..
Disamping kondisi ekonomi yang kurang menggembirakan tersebut, kondisi politik pada periode tersebut juga tidak menggembirakan; gambarannya adalah sbb:
  • Fungsi kontrol DPR bertambah mandul setelah Golongan Karya (Golkar) menjadi mayoritas tunggal di DPR, segala kebijaksanan pemerintah selalu disetujui oleh DPR. Pada saat kekuasaan Suharto sedang berada dipuncaknya lembaga-lembaga tinggi Negara seperti DPR, MA, BPK, dan DPA yang menurut konstitusi sejajar dengan lembaga Kepresidenan didalam praktek telah menjadi sub-ordinasi dari lembaga Kepresidenan. Setiap keputusan lembaga tertinggi Negara (MPR) secara tertutup maupun secara terbuka selalu membutuhkan restu Suharto sebelumnya. Disamping itu media masa praktis dibawah kontrol pemerintahan Orde Baru.
  • Intervensi pemerintahan Soeharto terhadap kehidupan partai-partai poltik makin menjadi-jadi (misalnya; ikut mengatur kepengurusan PPP, dan PDI)
  • Wilayah Republik Indonesia dari Sabang sampai Marauke telah berada sepenuhnya dibawah pemerintahan RI di Jakarta, namun operasi militer di Aceh belum dapat memadamkan kegiatan kaum separatis GAM, dan masalah integrasi Timor Timur belum juga dapat diselesaikan dengan baik bahkan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) masih belum mengakui Timor Timur sebagai bagian Republik Indonesia.
  • Keresahan masyarakat akibat praktek KKN pemerintahan Soeharto makin meningkat, hal ini mengakibatkan mahasiswa mulai unjuk rasa dan turun kejalan.
c. Runtuhnya & alasan keruntuhannya
Berkat dukungan kekuatan sosial politik utama di Indonesia (Golkar dan ABRI) yang dibangunnya, maka sejak tahun 1968 Suharto menduduki jabatan Presiden Republik Indonesia dan kemudian kedudukan tersebut terus dipegangnya sampai lebih dari 30 tahun berturut-turut. Melalui kekuasaannya selaku Presiden RI, Panglima Tertinggi ABRI dan Ketua Dewan Pembina Golkar (kekuatan sosial politik yang paling dominan di Indonesia) Suharto dengan cerdik telah dapat membuat:
  • Lembaga-lembaga Tinggi Negara seperti DPR, MA, BPK, dan DPA yang menurut konstitusi sejajar kedudukannya dengan lembaga Kepresidenan dalam praktek dapat menjadi sub-ordinat lembaga kepresidenan.
  • Kekuatan-kekuatan sosial politik yang berpotensi menentang kebijakan-kebijakannya (oposisi) dapat dijinakkan dengan kedok penyederhanaan sistem kepartaian. Sementara itu Golongan Karya (Golkar) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang juga sebagai kekuatan sosial politik juga berada dibawah kendalinya, tidak terkecuali pegawai negeri (PNS)
  • Media massa praktis dapat dikontrol-nya melalui Menteri Penerangan ..
Kondisi tersebut yang berlangsung dalam jangka waktu lama mengakibatkan hilangnya sistem yang mengarahkan (directing) dan mengawasi (controling) jalannya pelaksanaan pemerintahan - hilangnya "good governance" - karena (1) Pengarahan jalannya pemerintahan yaitu melalui Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan oleh Majelis Permusjawaratan Rakyat (MPR), (2) Pengawasan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga Badan Pengawas Keuangan (BPK)., serta (3) Pelaksanaan (executing) jalannya pemerintahan yang berada ditangan Presiden ketiganya praktis di tangan Suharto sendiri. Hal itu antara lain menyebabkan:
  • Permasalahan-permasalahan nasional maupun internasional yang terus bermunculan di-interpretasikan menurut sudut pandangnya sendiri, misalnya; belum diakuinya Timor Timur bagian dari Indonesia oleh PBB, dan adanya dukungan dari rakyat Aceh terhadap kaum separatis GAM di Aceh diabaikan dan dianggap ringan.
  • Ketidak puasan masyarakat tidak terdeteksi dengan baik, misalnya; ketidak senangnya masyarakat terhadap dwi fungsi ABRI, ketidak senangnya masyarakat terhadap kegiatan bisnis keluarga Suharto, kecemasan masyarakat thdp merebaknya KKN dll.
  • Informasi tentang pelaksanaan pemerintahaan ke masyarakat luas tidak selalu obyektip, hal-hal yang dianggap menimbulkan citra negatip bagi pemerintah selalu ditutup-tutupi, misalnya; ketidakberhasilan melestarikan lingkungan, ketidakberhasilan dalam mengatasi kemiskinan disejumlah daerah dll.
Dan akhirnya, karena ketidak puasan masyarakat yang memuncak dan makin berkurangnya dukungan rakyat mengakibatkan dukungan para pembantunya juga makin berkurang, maka pada 21 Mei tahun 1998 Suharto terpaksa mengundurkan diri dan runtuhlah pemerintahan Orde Baru.

V. Penutup.

Sebagai penutup dari bahasan ini dapat dikemukakan hal-hal yang kiranya dapat dipetik sebagai pelajaran sebagai berikut:
  • Dari Enron Corporation di Amerika Serikat maupun Peregrine Investment Ltd di Hongkong seperti telah diuraikan diatas terlihat bahwa Board of Directors tidak memberi pengarahan kepada CEO sebagaimana mestinya, sehingga CEO Enron Corporation dapat membentuk SPEs yang membebani perusahaan, dan CEO Peregrine Investment Ltd dapat melakukan underwriting promessory note pada satu perusahaan dalam jumlah yang sangat besar. Disamping itu kurangnya pengawasan memungkinkan terjadinya hal-hal yang terlarang seperti: pembukuan yang tidak sesuai prosedure pada Enron Corporation, dan transaksi bisnis dalam jumlah besar di bursa efek yang tidak diberitahukan kepada publik pada Peregrine Investment Ltd. Dengan demikian prinsip-prinsip good corporate governance tidak berjalan, dan perusahaan menjadi menyimpang dari tugas utamanya tanpa adanya koreksi, akhirnya runtuh.
  • Sepertii telah diuraikan diatas pada masa pengelolaan negara dan pemerintahan di Rusia berada ditangan partai Komunis, maka perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan berada di satu tangan yaitu Sekretaris Jenderal Partai. Hal itu karena berdasarkan system yang terjadi di Rusia haluan negara (perencanaan) disusun berdasar hasil Konggres Partai yang praktis dibawah kendali Sekjen Partai, disamping itu Sekjen Partai juga penentu anggota Soviet Tertinggi (Supreme Soviet) yang akan menjadi pengawas pelaksanaan haluan Negara. Sementara itu Perdana Menteri (CEO) selaku pelaksana haluan Negara dijabat pula oleh Sekjen Partai. Kondisi tersebut berlangsung dalam waktu lama (sejak Stalin) dimana prinsip-prinsip good corporate governance tidak berjalan, akhirnya pemerintahan partai Komunis di Rusia tidak berhasil mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan pemerintahan tersebut runtuh serta negaranya tercabik-cabik.
  • Di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru, perencanaan - dalam hal ini adalah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) - ditetapkan oleh MPR-RI yang didominasi oleh kekuatan sosial-politik Golkar dan ABRI. Disamping itu pengawas pelaksanaan GBHN adalah DPR-RI yang juga didominasi oleh Golkar dan ABRI. Sementara itu pelaksana GBHN adalah Jend Soeharto selaku Presiden RI (CEO) dimana Jend Soeharto adalah juga Ketua Dewan Pembina Golkar dan Panglima Tertinggi ABRI. Dengan demikian selama pemerintahan Orde Baru tersebut kekuasaan perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan praktis berada di tangan Jend Soeharto, tidak ada kekuasaan legal diluarnya yang mampu melakukan koreksi atasnya, dan ini berjalan untuk waktu yang cukup panjang sampai runtuh, sampai Jend Soeharto merasa "kapok" (Jend Suharto setelah mengundurkan diri pada Mei 1998 menyatakan "kapok" menjadi Presiden Republik Indonesia, "kapok" adalah istilah bahasa Jawa yang artinya lk "jera".).
Akhirnya dapat dikatakan; jika suatu organisasi apakah itu "perusahaan" atau "negara" yang dalam pengelolaannya tidak menjalankan prinsip-prinsip "good corporate governance", maka organisasi itu akan runtuh karena kekuatan-kekuatan di dalam organisasi itu sendiri. Hal itui terlihat pada runtuhnya Enron Corporation dan Peregrine Investment dimana kekuasaan pelaksana (CEO) tidak mematuhi pengarahan kekuasaan perencana (Board of Directors), disamping itu kekuasaan pengawas, yang juga Board of Directors, tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan runtuhnya "pemerintahan partai Komunis" di Rusia dan "pemerintahan Orde Baru" di Indonesia, karena kekuasaan perencana dan kekuasaan pengawas sekaligus ditangan kekuasaan pelaksana, kekuasaan perencana dan kekuasaan pengawas menjadi sub-ordinasi dari kekuasaan pelaksana (CEO), sehingga koreksi atas kesalahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan tidak efektip.

*
Kritik hanya dapat menjadi suatu alat efektip bagi suatu pembaharuan, ketika kritik tersebut didasarkan pada kebenaran dan perhatian yang sungguh-sungguh demi keadilan  (Mikhail Gorbachev)
*

1 komentar: